Afryan Thamrin

Communications is human nature. Knowledge sharing is human nurture

Archive for the ‘Business Strategy’ Category

Vision & Mission

Vision 2012
To become a trend-setting, agile, and efficient food and beverages company.

Mission
To Enrich Human Life with More Choices of Quality Tastes.

Situation

  • Began in 1958 in Pati, Central Java
  • In 1990 has grown into a major F&B producer in Indonesia
  • 16.500 employees
  • Have 12 facilities dispersed geographic
  • In some instances the same product is produced in multiple location
  • To distribute the products, Tudung Group set up a subsidiary called Sinar Niaga Sejahtera (SNS)

Before implementing new system

  • Using email, telephones and faxes for data gathering
  • Using Outlook express or Eudora as their messaging client
  • A slow dial-up service was the only option to get connected

Business Issue

  • Communication capability issue
  • A lot of sales opportunities were lost
  • Information flow need to optimize
  • Lack of IT infrastructure
  • No standardization of its IT environment
  • Resistant users to learning new system

Hartono Atmadja, Managing Director:

“We need a new technology infrastructure that would enable us to maximize our operational efficiency and effectiveness”

Solution

  • GarudaFood acquired 128kbps leased lines to connect its facilities to headquarters in Jakarta
  • Choosing Microsoft technology for effective communication and collaboration especially in SCM
  • One-at-a-time approach to technology development
  • Create a number of portals to increase user awareness and maximize uptake of new system

Benefits

  • Reduced Cost
  • Higher Productivity
  • Improved Knowledge Management
  • Better Tracking Capability
  • Simplified Processes

Five steps to ensure IT strategy as an integral part of business strategy:

  • Recognize that IT strategy development is a continuous (dynamic) rather than a point-in-time event
  • Require that the IT strategy be prepared in business terms rather than technical term
  • Encourage the CIO to live and walk in the shoes of business units leader
  • Not sign off on the IT strategy unless it reach its portfolio
  • Make sure CIO fully understand how each major IT spend item advances the business strategy or takes care of particular tactical problem

Conclusion
“Company’s IT Strategy is an integral part of the overall business strategy rather than a planning afterthought.”

Sumber:

http:// www. microsoft. com/casestudies/Case_Study_Detail .aspx?casestudyid=4000000887
http:// www. garudafood.com

Latar Belakang Implementasi pada PT. Semen Gresik

PT. Semen Gresik adalah perusahaan bergerak di industri semen, yang didirikan sejak tahun 1957. Walau PT. Semen Gresik bergerak di bidang industri semen, namun PT. Semen Gresik menyadari bahwa perusahaan membutuhkan sebuah sistem informasi IT yang kompleks untuk meningkatkan kinerja perusahaan mereka.

Pada bulan Juni tahun 2001, ERP mulai diaplikasikan untuk mendukung bisnis proses yang ada di Semen Gresik dengan penerapan pertama kali dilakukan di bagian finansial. Dengan berjalannya waktu, implementasi dilakukan di bagian penjualan dan kemudian di bagian manufakturing.

Ada beberapa hal yang melatar belakangi Semen Gresik untuk mengimplementasikan ERP, yaitu :

  1. Kebutuhan ‘Back Bone System’ yang kuat dan mampu memberikan informasi yang relevan dan tepat waktu.
  2. Kebutuhan integrasi sistem informasi Semen Gresik Group (SSG) guna mendapatkan sinergi yang lebih optimal. Faktor-faktor yang mendorong adanya kebutuhan integrasi tersebut diantaranya adalah :
  • Bergabungnya Semen Tonasa dan Padang sebagai subsidiary Semen Gresik (distributor) Semen Gresik tersebar di wilayah Jawa-Bali sehingga membutuhkan sistem tersentralisasi untuk pengiriman ordernya agar order dapat segera diproses dan dipenuhi.
  • Jaringan distribusi Semen Gresik memiliki dua pabrik, dua puluh tiga gudang penyangga, seratus dua puluh distributor dan empat puluh Ekspeditur. Order dari distributor dapat dipenuhi dari pabrik maupun gudang penyangga sehingga perlu sistem informasi yang terintegrasi diantara pabrik, gudang dan distributor.
  • Jaringan pengiriman semen sangat kompleks dan melibatkan Ekspeditur untuk menyelenggarakan jasa transportasi di Semen Gresik, menyebabkan kebutuhan untuk mengintegrasikan informasi-informasi yang berkaitan dengan pengiriman barang terutama dengan pihak Ekspeditur.

Semen Gresik sebenarnya telah menggunakan aplikasi buatan sendiri (in-house development) berbasis program Foxbase dan database Sybase sejak 1989, namun aplikasi ini tidak begitu efektif untuk menunjang kinerja PT. Semen Gresik. Aplikasi ini juga tidak membuat bagian-bagian dalam PT. Semen Gresik terintegrasi satu sama lainnya. Oleh karena itu untuk meningkatkan tingkat efektifitas dan  efisiensi kinerja di PT. Semen Gresik, maka pada Oktober 2000 dibentuklah Tim Proyek Sistem Informasi Grup Semen Gresik untuk merealisasikan impian PT. Semen Gresik.

Proses Implementasi ERP pada PT. Semen Gresik

Berikut ini adalah tugas Tim Proyek Sistem Informasi Grup Semen Gresik :

a. Mendefinisikan rencana proyek yang realistis dan melaksanakan perubahan   proses bisnis sesuai tujuan perusahaan.

b. Melaksanakan tahap-tahap pengembangan dan penerapan sistem dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan target waktu yang ditentukan.

c. Mengusulkan penunjukan konsultan dan penetapan platform Sistem Informasi Perusahaan.

d. Menyusun rencana anggaran dan melaporkan realisasi biaya proyek.

e. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa dalam batas-batas tertentu yang ditetapkan oleh direksi.

f. Membuat laporan manajemen secara berkala dan menyusun dokumentasi  proyek.

Setelah melalui proses cukup panjang — memakan waktu hampir 1,5 tahun — Semen Gresik akhirnya memutuskan memakai solusi ERP JD Edwards. Alasannya, solusi ini merupakan solusi Best Practice, serta cukup fleksibel dan mudah diimplementasikan. Bahkan, beberapa pemain semen terbesar di dunia menggunakan solusi ini, seperti Lafarge, Cemplank, Argos, Cockburn Cement, Cruz Azul, Calme Cementi, Ferrobeton.

Sebelum diimplementasi, Tim Proyek meneliti lebih jauh calon user (stakeholder analysis) selama hampir empat bulan. Salah satu tujuannya: mengetahui sejauh mana tanggapan dan apresiasi mereka terhadap sistem baru yang akan segera diimplementasi. Hasilnya, beberapa calon user di sejumlah departemen memang ada yang menunjukkan resistensi terhadap perubahan, namun secara umum banyak yang menerima terhadap solusi ini.

Proses selanjutnya adalah perusahaan membeli beberapa perangkat hardware yang mendukungnya. Pada saat yang hampir bersamaan, perusahaan membangun jaringan LAN/WAN ke seluruh cabang hingga ke gudang-gudang yang tersebar di beberapa lokasi dan proses ini saja memakan waktu hingga dua tahun.

Proses implementasi modul-modul ERP ini, dimulai pada November 2000. Modul Maintenance, Inventory dan Purchasing bisa go live Oktober 2001. Menyusul kemudian modul Finance pada Januari 2002, dan terakhir modul Sales Order & Transportation bisa diselesaikan pada Juli 2002.

Proses impelementasinya dilakukan secara bertahap atas pertimbangan efektivitas. Pada fase ini, Semen Gresik dibantu oleh konsultan Berca Hardaya Perkasa dan Praweda. Ada sekitar 60 orang yang terlibat pada fase ini: 10 tenaga TI, dan sisanya terdiri dari para user dari berbagai departemen. Hal yang paling rumit terjadi adalah pada saat implementasi modul Sales Order & Transportation karena untuk modul ini, para user-nya tidak hanya dari kalangan internal, tapi juga berbagai mitra bisnis, seperti para buyer (distributor), toko-toko, dan perusahaan ekspeditur/transporter (pengangkut semen) yang jumlahnya sekitar 100 dan tersebar dari Serang, Madura hingga Bali. Sehingga kendalanya justru terletak pada sisi SDM-nya, bukan pada sistemnya. Oleh karena itu, sebelum implementasi, dilakukan proses sosialisasi. Antara lain, dengan mengumpulkan seluruh distributor dan memberikan briefing kepada mereka. Setelah proses implementasi selesai, dilanjutkan dengan tahap internalisasi (bersifat teknis): tim TI Semen Gresik mendatangi para distributor di tiap daerah satu per satu.

PT. Semen Gresik harus mengeluarkan dana sekitar Rp 46 miliar lebih. Namun, biaya sebesar itu tidak hanya diperuntukkan bagi pembangunan sistem dan infrastruktur di Semen Gresik, tapi juga mencakup Semen Padang dan Semen Tonasa.

Anggaran Implementasi ERP di Grup Semen Gresik:
a. Perangkat lunak JD Edwards termasuk lisensi: Rp 7,3 miliar.
b. Perangkat keras (server & client), Database dan Jaringan: Rp 30 miliar.
c. Jasa Konsultan: Rp 5,2 miliar.
d. Pendidikan dan Latihan: Rp 2,9 miliar.
e. Umum & Administrasi: Rp 800 juta.
f. Tata Ruang: Rp 400 juta.

Dalam mengimplementasikan ERP di Semen Gresik, beberapa aspek teknis yang dilakukan oleh departemen Information Technology (IT) diantaranya :
1. Mengimplementasikan sofware J.D.Edwards
2. Membangun sistem jaringan komputer (LAN/WAN)
3. Membangun infrastruktur server dan database
4. Membangun tata ruang sistem informasi
5. Menyusun dokumentasi sistem.

Sedangkan aspek non teknis yang dipertimbangkan oleh departemen IT pada khususnya serta perusahaan pada umumnya dalam menyongsong implementasi ERP adalah :

  1. Komitmen manajemen agar implementasi berhasil sehingga yang dipertimbangkan tidak lagi apakah Software tersebut yang ”The Best”.
  2. Proses mapping dilakukan karena bisnis proses J.D.Edwards ternyata tidak sama dengan bisnis proses yang dijalankan Semen Gresik. Dari proses mapping ini ada dua kemungkinan yaitu bisnis proses semen Gresik mengikuti J.D.Edwards atau sebaliknya. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah mengkaji efek dalam jangka panjang dan pendek terhadap pemilihan bisnis proses yang akan dipakai. Sebagai contoh proses pengadaan barang diputuskan oleh Semen Gresik untuk mengikuti bisnis proses J.D.Edwards.
  3. Perubahan bisnis proses dan implementasi ERP menyebabkan perubahan-perubahan dalam struktur organisasi berupa bertambahnya job discription dan unit-unit kerja baru yang berfungsi untuk mendukung implementasi ERP.
  4. Aplikasi ”Change Management” untuk mengelola perubahan-perubahan yang terjadi dengan adanya implementasi ERP.

Kendala dalam Implementasi ERP

Beberapa kendala yang dihadapi oleh pihak Semen Gresik dalam implementasi dikategorikan menjadi 3 aspek :

  1. Teknis, diantaranya masalah bahasa dan perubahan dari model hard copy menjadi model display. Penggunaan Software ERP menuntut terminologi istilah yang sama sehingga istilah-istilah dalam produksi, penjualan, dan lain-lain yang digunakan di Semen Gresik harus dirubah sesuai istilah-istilah dalam ERP yang berbahasa Inggris. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pihak manajemen secara tradisional dilakukan dengan menggunakan model hard copy dimana Manajer menandatangani tumpukan kertas yang dimejanya dipaksa untuk membuka komputer karena proses Approval dilakukan melalui media tersebut (model display).
  2. Budaya, implementasi ERP yang berbasis penggunaan teknologi menuntut perubahan-perubahan yang harus dilakukan karyawan diantaranya harus aware terhadap penggunaan software tersebut (sebagai contoh selalu update data).
  3. Politik, kendala yang menghambat implementasi berasal dari dalam tubuh departemen IT sendiri dan dari luar departemen.
  • Sebagian besar karyawan IT merasa pekerjaannya akan hilang karena digantikan oleh sistem tersebut. Hal ini dikarenakan sebelum penerapan sistem ERP, bagian IT inilah yang bertanggung jawab untuk membuat aplikasi-aplikasi sesuai dengan kebutuhan user disemua departemen. Beberapa karyawan di luar departemen IT juga merasa terancam dengan berkurangnya kekuasaan karena sebagian pekerjaan akan dilakukan oleh software ERP.
  • Dengan alasan politis tertentu, beberapa unit kerja yang sebenarnya bisa dihapus dengan penerapan J.D.Edwards tidak dapat dilakukan.
  • Keengganan user atau karyawan departemen lain pada saat diimplementasikan software karena adanya unsur ”ketidakpercayaan” terhadap departemen IT. Ketidakpercayaan tersebut timbul karena ketakutan bahwa data-data atau laporan-laporan rahasia mereka akan diketahui oleh bagian IT selaku administrator.

Untuk mengatasi kendala tersebut, ada beberapa hal yang telah dilakukan pihak Semen Gresik :

  1. Implementasi Change Acceleration Project (CAP) untuk mengelola perubahan-perubahan yang terjadi dalam implementasi ERP.
  2. Pendekatan dengan user sebelum penerapan sistem ERP melalui presentasi-presentasi untuk menunjukkan kelebihan-kelebihan implementasi sistem tersebut.
  3. Pengembangan Sistem Recovery dalam Implementasi ERP.

Hasil Implementasi ERP

Dengan implementasi yang telah dilaksanakan di Semen Gresik ada beberapa perbaikan yang diperoleh diantaranya :

  • Mempercepat proses order dari distributor sehingga membantu meningkatkan penjualan semen.
  • Mempercepat waktu pembuatan laporan keuangan, dari sebelumnya per tanggal lima belas menjadi tanggal lima sudah tercetak semua laporan.
  • Meningkatkan keakuratan informasi
  • Proses bisnis yang berlangsung di perusahaannya jauh lebih efisien. Semua proses bisnis di berbagai departemen sudah bisa dilakukan secara cepat dan tepat.
  • Dari sisi produktivitas karyawan, terjadi peningkatan yang mengacu pada survei internal perusahaan, setelah 6 bulan sistem baru itu go live, umumnya user mengaku puas.

Kesimpulan

Implementasi ERP pada perusahaan dapat memberikan banyak keuntungan asalkan mampu diimplementasi dengan baik. Namun implementasi ERP merupakan investasi jangka panjang, dimana pada awal implementasi perusahaan harus mengeluarkan modal yang sangat besar dan ROI dapat dirasakan tidak dalam waktu dekat.

Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa faktor kunci kesuksesan implementasi ERP di PT. Semen Gresik, yaitu : bisnis proses yang matang, manajemen perubahan yang baik, komitmen mulai dari level manajemen sampai ke user, dan perubahan budaya organisasi. PT. Semen Gresik berhasil mengintegrasikan perubahan dengan mempertimbangkan business process, people dan IT.

Saran

Untuk mengimplementasi ERP pada perusahaan perlu dipertimbangkan secara matang, karena implementasi ERP ini membutuhkan biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Perusahaan harus mampu mengukur dirinya sebelum mengimplementasi ERP. Tidak hanya terbatas pada sumber dana untuk mengimplementasi ERP, kesiapan SDM di perusahaan itu juga menjadi faktor keberhasilan proses implementasi.

Setelah proses implementasi ERP, “evaluasi” jangan pernah lupa untuk dilakukan. Selain itu selalu minta masukan dari user dan seluruh bagian yang terlibat dalam proses implementasi ini untuk mengembangkan implementasi ini menjadi lebih baik.

sumber :

http://rizki-inspirations.blogspot.com/2009/01/implementasi-erp-pada-pt-semen-gresik.html

Customer Relationship Management

Customer Relatonship Management (CRM) adalah “suatu pendekatan yang memandang bahwa pelanggan adalah inti dari bisnisnya dan keberhasilan suatu perusahaan tergantung dari bagaimana mereka mengelola hubungannya secara efektif”. (Turban 2002, p. 136)

CRM adalah “strategi penjualan, pemasaran dan pelayanan terintegrasi yang bergantung pada aksi terkoordinasi seluruh perusahaan”. (Kalakota. Ravi dan Marcia Robinson 2001, p.172-175)

Tujuan dari kerangka kerja CRM adalah menggunakan hubungan yang sudah ada antara perusahaan dan pelanggan untuk meningkatkan laba perusahaan. Hal ini berarti sudut pandang yang lebih luas kepada pelanggan dalam memaksimalkan hubungan pelanggan dengan perushaaan untuk melakukan penjualan up-selling dan cross-selling, yang pada waktu bersamaan juga meningkatkan keuntungan perusahaan melalui identifikasi, penarikan, dan pemeliharaan pelanggan terbaik.

Dengan menggunakan informasi pelanggan yang lebih baik dalam mencukupi kebutuhan pelanggan, baik dari perusahaan dan pelanggan akan merasakan manfaatnya dari penghematan waktu yang ada. Namun informasi-informasi ini haruslah diatur sedemikian rupa sehingga bisa dimanfaatkan lebih baik oleh perusahaan, dan salah satu solusi pengaturannya adalah dengan menggunakan CRM.

CRM merupakan tempat penyimpanan informasi pelanggan yang merekam seluruh kontak yang terjadi antara pelanggan dan perusahaan (termasuk situs web), serta membuat profil pelanggan yang ada untuk siapa saja diperusahaan yang membutuhkan informasi tentang pelanggan tersebut. (Laudon, Kenneath C. dan Carol Guercio Traver 2002, p.374)

CRM memiliki tiga tujuan yaitu: (Kalakota, et.al)

a. Memperoleh pelanggan baru, dengan mempromosikan keunggulan produk atau jasa dalam hal inovasi serta kemudahan karena nilai suatu produk atau jasa bagi pelanggan adalah produk yang lebih baik dan didukung oleh layanan yang memuaskan.

b. Meningkatkan keuntungan yang diperoleh dari pelanggan yang sudah ada dengan mendorong terciptanya produk atau jasa komplemen dan penjualan produk atau jasa yang lebih baik dari produk atau jasa yang dimiliki oleh pelanggan.

c. Mempertahankan pelanggan yang lebih memberikan  keuntungan, dengan menawarkan apa yang dibutuhkan oleh pelanggan spesifik bukan yang dibutuhkan oleh pelanggan pasar, karena nilai produk atau jasa bagi pelanggan adalah nilai proaktif yang paling sesuai dengan kebutuhannya. Fokus perusahaan saat ini adalah bagaimana mempertahankan pelanggan yang sudah ada pasti memberikan keuntungan bagi perusahaan daripada bagaimana mendapatkan pelanggan baru yang belum tentu menguntungkan.

Dalam mengembangkan CRM ada baiknya juga berdasarkan pada konsep knowledge management. Dengan harapan bila penerapan knowledge management dilakukan dengan baik maka kesalahan yang telah atau akan muncul dapat dihindari.

BCG Growth-Share Matrix

Companies that are large enough to be organized into strategic business units face the challenge of allocating resources among those units. In the early 1970’s the Boston Consulting Group developed a model for managing a portfolio of different business units (or major product lines). The BCG growth-share matrix displays the various business units on a graph of the market growth rate vs. market share relative to competitors:

BCG

Resources are allocated to business units according to where they are situated on the grid as follows:

  • Cash Cow – a business unit that has a large market share in a mature, slow growing industry. Cash cows require little investment and generate cash that can be used to invest in other business units.
  • Star – a business unit that has a large market share in a fast growing industry. Stars may generate cash, but because the market is growing rapidly they require investment to maintain their lead. If successful, a star will become a cash cow when its industry matures.
  • Question Mark (or Problem Child) – a business unit that has a small market share in a high growth market. These business units require resources to grow market share, but whether they will succeed and become stars is unknown.
  • Dog – a business unit that has a small market share in a mature industry. A dog may not require substantial cash, but it ties up capital that could better be deployed elsewhere. Unless a dog has some other strategic purpose, it should be liquidated if there is little prospect for it to gain market share.

The BCG matrix provides a framework for allocating resources among different business units and allows one to compare many business units at a glance. However, the approach has received some negative criticism for the following reasons:

  • The link between market share and profitability is questionable since increasing market share can be very expensive.
  • The approach may overemphasize high growth, since it ignores the potential of declining markets.
  • The model considers market growth rate to be a given. In practice the firm may be able to grow the market.

These issues are addressed by the GE / McKinsey Matrix, which considers market growth rate to be only one of many factors that make an industry attractive, and which considers relative market share to be only one of many factors describing the competitive strength of the business unit.

Recommended Reading

The Boston Consulting Group, Perspectives on Strategy

Perspectives on Strategy contains Bruce Henderson’s original writings on the BCG growth-share matrix. Specific articles include:

  • The Product Portfolio – introduces the growth-share matrix and its dynamics, including the success sequence and the disaster sequence.
  • Cash Traps – explains why the majority of products are cash traps.
  • The Star of the Portfolio – and why market share is so important.
  • Anatomy of the Cash Cow – including the buying and selling of market share for cash cows.
  • The Corporate Portfolio – discussing the advantages of diversified companies.
  • Renaissance of the Portfolio – after the portfolio concept’s falling out of favor, this article makes the case for its return.

The 75 articles in Perspectives on Strategy also include the pricing paradox, segment-of-one marketing®, time-based competition, and other articles summarizing the insights of Bruce Henderson and other BCG members.

A Definition of Entrepreneurship

A Definition of Entrepreneurship

The concept of entrepreneurship has a wide range of meanings. On the one extreme an entrepreneur is a person of very high aptitude who pioneers change, possessing characteristics found in only a very small fraction of the population. On the other extreme of definitions, anyone who wants to work for himself or herself is considered to be an entrepreneur.

The word entrepreneur originates from the French word, entreprendre, which means “to undertake.” In a business context, it means to start a business. The Merriam-Webster Dictionary presents the definition of an entrepreneur as one who organizes, manages, and assumes the risks of a business or enterprise.

Schumpeter’s View of Entrepreneurship

Austrian economist Joseph Schumpeter ‘s definition of entrepreneurship placed an emphasis on innovation, such as:

  • new products
  • new production methods
  • new markets
  • new forms of organization

Wealth is created when such innovation results in new demand. From this viewpoint, one can define the function of the entrepreneur as one of combining various input factors in an innovative manner to generate value to the customer with the hope that this value will exceed the cost of the input factors, thus generating superior returns that result in the creation of wealth.

Entrepreneurship vs. Small Business

Many people use the terms “entrepreneur” and “small business owner” synonymously. While they may have much in common, there are significant differences between the entrepreneurial venture and the small business. Entrepreneurial ventures differ from small businesses in these ways:

  1. Amount of wealth creation – rather than simply generating an income stream that replaces traditional employment, a successful entrepreneurial venture creates substantial wealth, typically in excess of several million dollars of profit.
  2. Speed of wealth creation – while a successful small business can generate several million dollars of profit over a lifetime, entrepreneurial wealth creation often is rapid; for example, within 5 years.
  3. Risk – the risk of an entrepreneurial venture must be high; otherwise, with the incentive of sure profits many entrepreneurs would be pursuing the idea and the opportunity no longer would exist.
  4. Innovation – entrepreneurship often involves substantial innovation beyond what a small business might exhibit. This innovation gives the venture the competitive advantage that results in wealth creation. The innovation may be in the product or service itself, or in the business processes used to deliver it.

Recommended Reading

Peter F. Drucker, Innovation and Entrepreneurship

Carly Fiorina

  • Lahir di Austin, Texas pada tanggal 6 September 1954 dengan nama Cara Carleton Sneed.
  • Fiorina merupakan nama keluarga dari suami keduanya, Frank Fiorina.
  • Tahun 1998, menurut majalah Fortune, Fiorina dianugrahi gelar wanita paling berkuasa dalam bisnis.
  • Setelah bekerja selama hampir 20 tahun di AT&T, pada Juli 1999, HP mengumumkan Fiorina sebagai CEO.
  • Tahun 2005, Fiorina mengundurkan diri dari HP.
  • Saat ini, Fiorina aktif sebagai politisi di Amerika.

Profile : Pendidikan

Tahun 1976, Fiorina mendapatkan gelar Sarjana dalam Sejarah Abad Pertengahan dan Filsafat dari Stanford University.
Setelah lulus dari Stanford University, Fiorina melanjutkan pendidikan di bidang hukum, namun tidak sampai lulus
Tahun 1980, Fiorina mendapatkan gelar Master of Business Administration (MBA) dari Robert H. Smith School of Business di University of Maryland di College Park.
Tahun 1989, Fiorina mendapatkan gelar Master of Science dalam Manajemen dari MIT Sloan School of Management.

Profile : Penulis

Fiorina membuat sebuah buku tentang karir dan pandangannya atas isu-isu tentang seorang pemimpin, bagaimana wanita dapat berkembang dalam bisnis dan peran teknologi yang terus berperan dalam membentuk dunia kita. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Penguin Group dan dirilis pada musim gugur tahun 2006.

Profile : Penghargaan

Pada bulan Juli 2001, Fiorina dianggap sebagai “honorary fellow” oleh London Business School. Dan pada tahun 2002, dianugrahi Appeal of Conscience Award.
Tahun 2003, Fiorina menerima Concern Worldwide “Seeds of Hope“ Award sebagai pengakuan atas upaya di seluruh dunia untuk membuat kewarganegaraan global sebagai prioritas bisnis.
Pada tahun 2004, Dewan Sektor Privat menganugrahi Fiorina Leadership Award atas kontribusinya dalam meningkatkan bisnis pemerintah.
Juga pada tahun 2004, Gedung Putih menunjuk Fiorina ke Komisi Ruang Angkasa Amerika Serikat.

Profile : Bisnis

Sebelum memperoleh karir yang luar biasa dalam bisnis, Carly Fiorina telah  menjalani beberapa jenis pekerjaan, seperti resepsionis dan guru bahasa Inggris di Italia.
Tahun 1980, saat  berumur 25 tahun, Fiorina bekerja menjadi Sales Representative di AT&T. Karena ketertarikannya dalam mengembangkan komunikasi jaringan, saat berumur 35 tahun, Fiorina adalah wanita pertama yang menjadi petugas di divisi Sistem Jaringan yang saat itu didominasi oleh lelaki.
Tahun 1995, Fiorina memimpin pemisahan  divisi Western Electric and Bell Labs menjadi perusahaan baru bernama Lucent.
Setelah bergabung dengan HP pada bulan Juli 1999, Fiorina memimpin HP kembali ke asalnya sebagai inovasi dan pencipta. Fiorina berhasil memimpin merger kontroversial HP dengan Compaq Computer Corp,.

Hal Kontroversial saat di HP

  • Dimulai dari pemisahan Agilent Technologies sebagai divisi perlengkapan teknis dari Hewlett Packard yang sangat berperan dalam mendesain dan membuat pengukuran elektronik dan bio-analytical.
  • Ketika Fiorina memutuskan untuk membeli COMPAQ, dewan direktur dan dewan komisaris HP sangat menyayangkan keputusan ini  karena bisnis komputer dianggap sudah tidak menguntungkan bagi perusahaan yang penuh inovasi seperti HP.
  • Selain itu, akuisisi COMPAQ juga membuat HP dicurigai oleh lembaga hukum AS dengan tuduhan menjalankan praktik anti-kompetisi.
  • Tidak hanya dewan komisaris serta hukum, Fiorina juga bersitegang dengan keluarga Hewllett yang merupakan pemilik dari Hewlett-Packard akibat akuisisi COMPAQ ini.
  • Akuisisi COMPAQ sendiri tidak berdampak baik bagi saham HP yang cenderung stagnan sehingga investor memilih untuk berinvestasi di saingan-saingan HP seperti Dell dan IBM.
  • Sejak Fiorina dipecat dari jabatan pemimpin HP, harga saham HP melonjak 6-10 persen. Analis mengatakan bahwa kenaikan harga saham HP disebabkan oleh investor yang tidak menyukai Fiorina, kini kembali menaruh kepercayaan terhadap HP.

Apa yang akan dilakukan jika kita di posisi Fiorina?

Menunda pembelian COMPAQ dan membeli EDS terlebih dahulu karena pasar PC saat itu sedang lesu dan pasar Enterprise Computing HP perlu ditingkatkan karena adanya persaingan yang ketat dari IBM di high-end dan Dell di low-end.
Memajukan divisi riset dan membuat inovasi-inovasi lebih lanjut (pada jaman Fiorina, HP yang sebelumnya merupakan perusahaan paling inovatif, menjadi perusahaan yang stagnan).

5 hal yang dipelajari Carly dari HP :

  1. Pemimpin menciptakan sesuatu yang baru.
  2. Jangan jatuh cinta dengan produk Anda.
  3. Persaingan membutuhkan pengambilan risiko.
  4. Etika itu penting.
  5. Abad ke-21 adalah tentang kemampuan otak.

Kesimpulan

  • Fiorina berhasil merintis jalan baru, mengambil risiko dan menentang kemungkinan.
  • Sebagai mantan ketua dan kepala eksekutif di Hewlett-Packard, ia membawa semua keahliannya untuk menulis bab baru dalam kehidupan perusahaan yang bersejarah tersebut.
  • Para pegawai HP tidak menyukai gaya kepemimpinan Fiorina yang keras.
  • Selama kepemimpinan  lebih dari enam dekade di HP, Fiorina menyerukan era baru kepemimpinan, di mana para pemimpin perusahaan memiliki kesempatan untuk mendefinisi ulang peran korporasi, meningkatkan kemampuan, memperpanjang harapan, dan menghilangkan putus asa orang di seluruh dunia.
—Lahir di Austin, Texas pada tanggal 6 September 1954 dengan nama Cara Carleton Sneed.
—Fiorina merupakan nama keluarga dari suami keduanya, Frank Fiorina.
—Tahun 1998, menurut majalah Fortune, Fiorina dianugrahi gelar wanita paling berkuasa dalam bisnis.
—Setelah bekerja selama hampir 20 tahun di AT&T, pada Juli 1999, HP mengumumkan Fiorina sebagai CEO.
—Tahun 2005, Fiorina mengundurkan diri dari HP.
—Saat ini, Fiorina aktif sebagai politisi di Amerika.

The Product Life Cycle

A new product progresses through a sequence of stages from introduction to growth, maturity, and decline. This sequence is known as the product life cycle and is associated with changes in the marketing situation, thus impacting the marketing strategy and the marketing mix.

The product revenue and profits can be plotted as a function of the life-cycle stages as shown in the graph below:

Product Life Cycle Diagram

PLC

Introduction Stage

In the introduction stage, the firm seeks to build product awareness and develop a market for the product. The impact on the marketing mix is as follows:

  • Product branding and quality level is established, and intellectual property protection such as patents and trademarks are obtained.
  • Pricing may be low penetration pricing to build market share rapidly, or high skim pricing to recover development costs.
  • Distribution is selective until consumers show acceptance of the product.
  • Promotion is aimed at innovators and early adopters. Marketing communications seeks to build product awareness and to educate potential consumers about the product.

Growth Stage

In the growth stage, the firm seeks to build brand preference and increase market share.

  • Product quality is maintained and additional features and support services may be added.
  • Pricing is maintained as the firm enjoys increasing demand with little competition.
  • Distribution channels are added as demand increases and customers accept the product.
  • Promotion is aimed at a broader audience.

Maturity Stage

At maturity, the strong growth in sales diminishes. Competition may appear with similar products. The primary objective at this point is to defend market share while maximizing profit.

  • Product features may be enhanced to differentiate the product from that of competitors.
  • Pricing may be lower because of the new competition.
  • Distribution becomes more intensive and incentives may be offered to encourage preference over competing products.
  • Promotion emphasizes product differentiation.

Decline Stage

As sales decline, the firm has several options:

  • Maintain the product, possibly rejuvenating it by adding new features and finding new uses.
  • Harvest the product – reduce costs and continue to offer it, possibly to a loyal niche segment.
  • Discontinue the product, liquidating remaining inventory or selling it to another firm that is willing to continue the product.

The marketing mix decisions in the decline phase will depend on the selected strategy. For example, the product may be changed if it is being rejuvenated, or left unchanged if it is being harvested or liquidated. The price may be maintained if the product is harvested, or reduced drastically if liquidated.

Recommended Reading

Gorchels, L., The Product Manager’s Handbook: The Complete Product Management Resource

PEST Analysis

PEST Analysis

A scan of the external macro-environment in which the firm operates can be expressed in terms of the following factors:

  • Political
  • Economic
  • Social
  • Technological

The acronym PEST (or sometimes rearranged as “STEP”) is used to describe a framework for the analysis of these macroenvironmental factors. A PEST analysis fits into an overall environmental scan as shown in the following diagram:

PEST

Political Factors

Political factors include government regulations and legal issues and define both formal and informal rules under which the firm must operate. Some examples include:

  • tax policy
  • employment laws
  • environmental regulations
  • trade restrictions and tariffs
  • political stability

Economic Factors

Economic factors affect the purchasing power of potential customers and the firm’s cost of capital. The following are examples of factors in the macroeconomy:

  • economic growth
  • interest rates
  • exchange rates
  • inflation rate

Social Factors

Social factors include the demographic and cultural aspects of the external macroenvironment. These factors affect customer needs and the size of potential markets. Some social factors include:

  • health consciousness
  • population growth rate
  • age distribution
  • career attitudes
  • emphasis on safety

Technological Factors

Technological factors can lower barriers to entry, reduce minimum efficient production levels, and influence outsourcing decisions. Some technological factors include:

  • R&D activity
  • automation
  • technology incentives
  • rate of technological change

External Opportunities and Threats

The PEST factors combined with external microenvironmental factors can be classified as opportunities and threats in a SWOT analysis.

Recommended Reading

John Middleton, The Ultimate Strategy Library : The 50 Most Influential Strategic Ideas of All Time