$theTitle=wp_title(" - ", false); if($theTitle != "") { ?>
Communications is human nature. Knowledge sharing is human nurture
10 Oct // php the_time('Y') ?>
Vision & Mission
Vision 2012
To become a trend-setting, agile, and efficient food and beverages company.
Mission
To Enrich Human Life with More Choices of Quality Tastes.
Situation
Before implementing new system
Business Issue
Hartono Atmadja, Managing Director:
“We need a new technology infrastructure that would enable us to maximize our operational efficiency and effectiveness”
Solution
Benefits
Five steps to ensure IT strategy as an integral part of business strategy:
Conclusion
“Company’s IT Strategy is an integral part of the overall business strategy rather than a planning afterthought.”
Sumber:
http:// www. microsoft. com/casestudies/Case_Study_Detail .aspx?casestudyid=4000000887
http:// www. garudafood.com
10 Oct // php the_time('Y') ?>
Latar Belakang Implementasi pada PT. Semen Gresik
PT. Semen Gresik adalah perusahaan bergerak di industri semen, yang didirikan sejak tahun 1957. Walau PT. Semen Gresik bergerak di bidang industri semen, namun PT. Semen Gresik menyadari bahwa perusahaan membutuhkan sebuah sistem informasi IT yang kompleks untuk meningkatkan kinerja perusahaan mereka.
Pada bulan Juni tahun 2001, ERP mulai diaplikasikan untuk mendukung bisnis proses yang ada di Semen Gresik dengan penerapan pertama kali dilakukan di bagian finansial. Dengan berjalannya waktu, implementasi dilakukan di bagian penjualan dan kemudian di bagian manufakturing.
Ada beberapa hal yang melatar belakangi Semen Gresik untuk mengimplementasikan ERP, yaitu :
Semen Gresik sebenarnya telah menggunakan aplikasi buatan sendiri (in-house development) berbasis program Foxbase dan database Sybase sejak 1989, namun aplikasi ini tidak begitu efektif untuk menunjang kinerja PT. Semen Gresik. Aplikasi ini juga tidak membuat bagian-bagian dalam PT. Semen Gresik terintegrasi satu sama lainnya. Oleh karena itu untuk meningkatkan tingkat efektifitas dan efisiensi kinerja di PT. Semen Gresik, maka pada Oktober 2000 dibentuklah Tim Proyek Sistem Informasi Grup Semen Gresik untuk merealisasikan impian PT. Semen Gresik.
Proses Implementasi ERP pada PT. Semen Gresik
Berikut ini adalah tugas Tim Proyek Sistem Informasi Grup Semen Gresik :
a. Mendefinisikan rencana proyek yang realistis dan melaksanakan perubahan proses bisnis sesuai tujuan perusahaan.
b. Melaksanakan tahap-tahap pengembangan dan penerapan sistem dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan target waktu yang ditentukan.
c. Mengusulkan penunjukan konsultan dan penetapan platform Sistem Informasi Perusahaan.
d. Menyusun rencana anggaran dan melaporkan realisasi biaya proyek.
e. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa dalam batas-batas tertentu yang ditetapkan oleh direksi.
f. Membuat laporan manajemen secara berkala dan menyusun dokumentasi proyek.
Setelah melalui proses cukup panjang — memakan waktu hampir 1,5 tahun — Semen Gresik akhirnya memutuskan memakai solusi ERP JD Edwards. Alasannya, solusi ini merupakan solusi Best Practice, serta cukup fleksibel dan mudah diimplementasikan. Bahkan, beberapa pemain semen terbesar di dunia menggunakan solusi ini, seperti Lafarge, Cemplank, Argos, Cockburn Cement, Cruz Azul, Calme Cementi, Ferrobeton.
Sebelum diimplementasi, Tim Proyek meneliti lebih jauh calon user (stakeholder analysis) selama hampir empat bulan. Salah satu tujuannya: mengetahui sejauh mana tanggapan dan apresiasi mereka terhadap sistem baru yang akan segera diimplementasi. Hasilnya, beberapa calon user di sejumlah departemen memang ada yang menunjukkan resistensi terhadap perubahan, namun secara umum banyak yang menerima terhadap solusi ini.
Proses selanjutnya adalah perusahaan membeli beberapa perangkat hardware yang mendukungnya. Pada saat yang hampir bersamaan, perusahaan membangun jaringan LAN/WAN ke seluruh cabang hingga ke gudang-gudang yang tersebar di beberapa lokasi dan proses ini saja memakan waktu hingga dua tahun.
Proses implementasi modul-modul ERP ini, dimulai pada November 2000. Modul Maintenance, Inventory dan Purchasing bisa go live Oktober 2001. Menyusul kemudian modul Finance pada Januari 2002, dan terakhir modul Sales Order & Transportation bisa diselesaikan pada Juli 2002.
Proses impelementasinya dilakukan secara bertahap atas pertimbangan efektivitas. Pada fase ini, Semen Gresik dibantu oleh konsultan Berca Hardaya Perkasa dan Praweda. Ada sekitar 60 orang yang terlibat pada fase ini: 10 tenaga TI, dan sisanya terdiri dari para user dari berbagai departemen. Hal yang paling rumit terjadi adalah pada saat implementasi modul Sales Order & Transportation karena untuk modul ini, para user-nya tidak hanya dari kalangan internal, tapi juga berbagai mitra bisnis, seperti para buyer (distributor), toko-toko, dan perusahaan ekspeditur/transporter (pengangkut semen) yang jumlahnya sekitar 100 dan tersebar dari Serang, Madura hingga Bali. Sehingga kendalanya justru terletak pada sisi SDM-nya, bukan pada sistemnya. Oleh karena itu, sebelum implementasi, dilakukan proses sosialisasi. Antara lain, dengan mengumpulkan seluruh distributor dan memberikan briefing kepada mereka. Setelah proses implementasi selesai, dilanjutkan dengan tahap internalisasi (bersifat teknis): tim TI Semen Gresik mendatangi para distributor di tiap daerah satu per satu.
PT. Semen Gresik harus mengeluarkan dana sekitar Rp 46 miliar lebih. Namun, biaya sebesar itu tidak hanya diperuntukkan bagi pembangunan sistem dan infrastruktur di Semen Gresik, tapi juga mencakup Semen Padang dan Semen Tonasa.
Anggaran Implementasi ERP di Grup Semen Gresik:
a. Perangkat lunak JD Edwards termasuk lisensi: Rp 7,3 miliar.
b. Perangkat keras (server & client), Database dan Jaringan: Rp 30 miliar.
c. Jasa Konsultan: Rp 5,2 miliar.
d. Pendidikan dan Latihan: Rp 2,9 miliar.
e. Umum & Administrasi: Rp 800 juta.
f. Tata Ruang: Rp 400 juta.
Dalam mengimplementasikan ERP di Semen Gresik, beberapa aspek teknis yang dilakukan oleh departemen Information Technology (IT) diantaranya :
1. Mengimplementasikan sofware J.D.Edwards
2. Membangun sistem jaringan komputer (LAN/WAN)
3. Membangun infrastruktur server dan database
4. Membangun tata ruang sistem informasi
5. Menyusun dokumentasi sistem.
Sedangkan aspek non teknis yang dipertimbangkan oleh departemen IT pada khususnya serta perusahaan pada umumnya dalam menyongsong implementasi ERP adalah :
Kendala dalam Implementasi ERP
Beberapa kendala yang dihadapi oleh pihak Semen Gresik dalam implementasi dikategorikan menjadi 3 aspek :
Untuk mengatasi kendala tersebut, ada beberapa hal yang telah dilakukan pihak Semen Gresik :
Hasil Implementasi ERP
Dengan implementasi yang telah dilaksanakan di Semen Gresik ada beberapa perbaikan yang diperoleh diantaranya :
Kesimpulan
Implementasi ERP pada perusahaan dapat memberikan banyak keuntungan asalkan mampu diimplementasi dengan baik. Namun implementasi ERP merupakan investasi jangka panjang, dimana pada awal implementasi perusahaan harus mengeluarkan modal yang sangat besar dan ROI dapat dirasakan tidak dalam waktu dekat.
Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa faktor kunci kesuksesan implementasi ERP di PT. Semen Gresik, yaitu : bisnis proses yang matang, manajemen perubahan yang baik, komitmen mulai dari level manajemen sampai ke user, dan perubahan budaya organisasi. PT. Semen Gresik berhasil mengintegrasikan perubahan dengan mempertimbangkan business process, people dan IT.
Saran
Untuk mengimplementasi ERP pada perusahaan perlu dipertimbangkan secara matang, karena implementasi ERP ini membutuhkan biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Perusahaan harus mampu mengukur dirinya sebelum mengimplementasi ERP. Tidak hanya terbatas pada sumber dana untuk mengimplementasi ERP, kesiapan SDM di perusahaan itu juga menjadi faktor keberhasilan proses implementasi.
Setelah proses implementasi ERP, “evaluasi” jangan pernah lupa untuk dilakukan. Selain itu selalu minta masukan dari user dan seluruh bagian yang terlibat dalam proses implementasi ini untuk mengembangkan implementasi ini menjadi lebih baik.
sumber :
http://rizki-inspirations.blogspot.com/2009/01/implementasi-erp-pada-pt-semen-gresik.html
4 Oct // php the_time('Y') ?>
Customer Relatonship Management (CRM) adalah “suatu pendekatan yang memandang bahwa pelanggan adalah inti dari bisnisnya dan keberhasilan suatu perusahaan tergantung dari bagaimana mereka mengelola hubungannya secara efektif”. (Turban 2002, p. 136)
CRM adalah “strategi penjualan, pemasaran dan pelayanan terintegrasi yang bergantung pada aksi terkoordinasi seluruh perusahaan”. (Kalakota. Ravi dan Marcia Robinson 2001, p.172-175)
Tujuan dari kerangka kerja CRM adalah menggunakan hubungan yang sudah ada antara perusahaan dan pelanggan untuk meningkatkan laba perusahaan. Hal ini berarti sudut pandang yang lebih luas kepada pelanggan dalam memaksimalkan hubungan pelanggan dengan perushaaan untuk melakukan penjualan up-selling dan cross-selling, yang pada waktu bersamaan juga meningkatkan keuntungan perusahaan melalui identifikasi, penarikan, dan pemeliharaan pelanggan terbaik.
Dengan menggunakan informasi pelanggan yang lebih baik dalam mencukupi kebutuhan pelanggan, baik dari perusahaan dan pelanggan akan merasakan manfaatnya dari penghematan waktu yang ada. Namun informasi-informasi ini haruslah diatur sedemikian rupa sehingga bisa dimanfaatkan lebih baik oleh perusahaan, dan salah satu solusi pengaturannya adalah dengan menggunakan CRM.
CRM merupakan tempat penyimpanan informasi pelanggan yang merekam seluruh kontak yang terjadi antara pelanggan dan perusahaan (termasuk situs web), serta membuat profil pelanggan yang ada untuk siapa saja diperusahaan yang membutuhkan informasi tentang pelanggan tersebut. (Laudon, Kenneath C. dan Carol Guercio Traver 2002, p.374)
CRM memiliki tiga tujuan yaitu: (Kalakota, et.al)
a. Memperoleh pelanggan baru, dengan mempromosikan keunggulan produk atau jasa dalam hal inovasi serta kemudahan karena nilai suatu produk atau jasa bagi pelanggan adalah produk yang lebih baik dan didukung oleh layanan yang memuaskan.
b. Meningkatkan keuntungan yang diperoleh dari pelanggan yang sudah ada dengan mendorong terciptanya produk atau jasa komplemen dan penjualan produk atau jasa yang lebih baik dari produk atau jasa yang dimiliki oleh pelanggan.
c. Mempertahankan pelanggan yang lebih memberikan keuntungan, dengan menawarkan apa yang dibutuhkan oleh pelanggan spesifik bukan yang dibutuhkan oleh pelanggan pasar, karena nilai produk atau jasa bagi pelanggan adalah nilai proaktif yang paling sesuai dengan kebutuhannya. Fokus perusahaan saat ini adalah bagaimana mempertahankan pelanggan yang sudah ada pasti memberikan keuntungan bagi perusahaan daripada bagaimana mendapatkan pelanggan baru yang belum tentu menguntungkan.
Dalam mengembangkan CRM ada baiknya juga berdasarkan pada konsep knowledge management. Dengan harapan bila penerapan knowledge management dilakukan dengan baik maka kesalahan yang telah atau akan muncul dapat dihindari.
21 Sep // php the_time('Y') ?>
Companies that are large enough to be organized into strategic business units face the challenge of allocating resources among those units. In the early 1970’s the Boston Consulting Group developed a model for managing a portfolio of different business units (or major product lines). The BCG growth-share matrix displays the various business units on a graph of the market growth rate vs. market share relative to competitors:
Resources are allocated to business units according to where they are situated on the grid as follows:
The BCG matrix provides a framework for allocating resources among different business units and allows one to compare many business units at a glance. However, the approach has received some negative criticism for the following reasons:
These issues are addressed by the GE / McKinsey Matrix, which considers market growth rate to be only one of many factors that make an industry attractive, and which considers relative market share to be only one of many factors describing the competitive strength of the business unit.
Recommended Reading
The Boston Consulting Group, Perspectives on Strategy
Perspectives on Strategy contains Bruce Henderson’s original writings on the BCG growth-share matrix. Specific articles include:
The 75 articles in Perspectives on Strategy also include the pricing paradox, segment-of-one marketing®, time-based competition, and other articles summarizing the insights of Bruce Henderson and other BCG members.
20 Sep // php the_time('Y') ?>
A Definition of Entrepreneurship
The concept of entrepreneurship has a wide range of meanings. On the one extreme an entrepreneur is a person of very high aptitude who pioneers change, possessing characteristics found in only a very small fraction of the population. On the other extreme of definitions, anyone who wants to work for himself or herself is considered to be an entrepreneur.
The word entrepreneur originates from the French word, entreprendre, which means “to undertake.” In a business context, it means to start a business. The Merriam-Webster Dictionary presents the definition of an entrepreneur as one who organizes, manages, and assumes the risks of a business or enterprise.
Schumpeter’s View of Entrepreneurship
Austrian economist Joseph Schumpeter ‘s definition of entrepreneurship placed an emphasis on innovation, such as:
Wealth is created when such innovation results in new demand. From this viewpoint, one can define the function of the entrepreneur as one of combining various input factors in an innovative manner to generate value to the customer with the hope that this value will exceed the cost of the input factors, thus generating superior returns that result in the creation of wealth.
Entrepreneurship vs. Small Business
Many people use the terms “entrepreneur” and “small business owner” synonymously. While they may have much in common, there are significant differences between the entrepreneurial venture and the small business. Entrepreneurial ventures differ from small businesses in these ways:
Recommended Reading
Peter F. Drucker, Innovation and Entrepreneurship
17 Sep // php the_time('Y') ?>
Profile : Pendidikan
Tahun 1976, Fiorina mendapatkan gelar Sarjana dalam Sejarah Abad Pertengahan dan Filsafat dari Stanford University.
Setelah lulus dari Stanford University, Fiorina melanjutkan pendidikan di bidang hukum, namun tidak sampai lulus
Tahun 1980, Fiorina mendapatkan gelar Master of Business Administration (MBA) dari Robert H. Smith School of Business di University of Maryland di College Park.
Tahun 1989, Fiorina mendapatkan gelar Master of Science dalam Manajemen dari MIT Sloan School of Management.
Profile : Penulis
Fiorina membuat sebuah buku tentang karir dan pandangannya atas isu-isu tentang seorang pemimpin, bagaimana wanita dapat berkembang dalam bisnis dan peran teknologi yang terus berperan dalam membentuk dunia kita. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Penguin Group dan dirilis pada musim gugur tahun 2006.
Profile : Penghargaan
Pada bulan Juli 2001, Fiorina dianggap sebagai “honorary fellow” oleh London Business School. Dan pada tahun 2002, dianugrahi Appeal of Conscience Award.
Tahun 2003, Fiorina menerima Concern Worldwide “Seeds of Hope“ Award sebagai pengakuan atas upaya di seluruh dunia untuk membuat kewarganegaraan global sebagai prioritas bisnis.
Pada tahun 2004, Dewan Sektor Privat menganugrahi Fiorina Leadership Award atas kontribusinya dalam meningkatkan bisnis pemerintah.
Juga pada tahun 2004, Gedung Putih menunjuk Fiorina ke Komisi Ruang Angkasa Amerika Serikat.
Profile : Bisnis
Sebelum memperoleh karir yang luar biasa dalam bisnis, Carly Fiorina telah menjalani beberapa jenis pekerjaan, seperti resepsionis dan guru bahasa Inggris di Italia.
Tahun 1980, saat berumur 25 tahun, Fiorina bekerja menjadi Sales Representative di AT&T. Karena ketertarikannya dalam mengembangkan komunikasi jaringan, saat berumur 35 tahun, Fiorina adalah wanita pertama yang menjadi petugas di divisi Sistem Jaringan yang saat itu didominasi oleh lelaki.
Tahun 1995, Fiorina memimpin pemisahan divisi Western Electric and Bell Labs menjadi perusahaan baru bernama Lucent.
Setelah bergabung dengan HP pada bulan Juli 1999, Fiorina memimpin HP kembali ke asalnya sebagai inovasi dan pencipta. Fiorina berhasil memimpin merger kontroversial HP dengan Compaq Computer Corp,.
Hal Kontroversial saat di HP
Apa yang akan dilakukan jika kita di posisi Fiorina?
Menunda pembelian COMPAQ dan membeli EDS terlebih dahulu karena pasar PC saat itu sedang lesu dan pasar Enterprise Computing HP perlu ditingkatkan karena adanya persaingan yang ketat dari IBM di high-end dan Dell di low-end.
Memajukan divisi riset dan membuat inovasi-inovasi lebih lanjut (pada jaman Fiorina, HP yang sebelumnya merupakan perusahaan paling inovatif, menjadi perusahaan yang stagnan).
5 hal yang dipelajari Carly dari HP :
Kesimpulan
16 Sep // php the_time('Y') ?>
A new product progresses through a sequence of stages from introduction to growth, maturity, and decline. This sequence is known as the product life cycle and is associated with changes in the marketing situation, thus impacting the marketing strategy and the marketing mix.
The product revenue and profits can be plotted as a function of the life-cycle stages as shown in the graph below:
Product Life Cycle Diagram
Introduction Stage
In the introduction stage, the firm seeks to build product awareness and develop a market for the product. The impact on the marketing mix is as follows:
Growth Stage
In the growth stage, the firm seeks to build brand preference and increase market share.
Maturity Stage
At maturity, the strong growth in sales diminishes. Competition may appear with similar products. The primary objective at this point is to defend market share while maximizing profit.
Decline Stage
As sales decline, the firm has several options:
The marketing mix decisions in the decline phase will depend on the selected strategy. For example, the product may be changed if it is being rejuvenated, or left unchanged if it is being harvested or liquidated. The price may be maintained if the product is harvested, or reduced drastically if liquidated.
Recommended Reading
Gorchels, L., The Product Manager’s Handbook: The Complete Product Management Resource
15 Sep // php the_time('Y') ?>
PEST Analysis
A scan of the external macro-environment in which the firm operates can be expressed in terms of the following factors:
The acronym PEST (or sometimes rearranged as “STEP”) is used to describe a framework for the analysis of these macroenvironmental factors. A PEST analysis fits into an overall environmental scan as shown in the following diagram:
Political Factors
Political factors include government regulations and legal issues and define both formal and informal rules under which the firm must operate. Some examples include:
Economic Factors
Economic factors affect the purchasing power of potential customers and the firm’s cost of capital. The following are examples of factors in the macroeconomy:
Social Factors
Social factors include the demographic and cultural aspects of the external macroenvironment. These factors affect customer needs and the size of potential markets. Some social factors include:
Technological Factors
Technological factors can lower barriers to entry, reduce minimum efficient production levels, and influence outsourcing decisions. Some technological factors include:
External Opportunities and Threats
The PEST factors combined with external microenvironmental factors can be classified as opportunities and threats in a SWOT analysis.
Recommended Reading
John Middleton, The Ultimate Strategy Library : The 50 Most Influential Strategic Ideas of All Time