$theTitle=wp_title(" - ", false); if($theTitle != "") { ?>
Communications is human nature. Knowledge sharing is human nurture
23 Sep // php the_time('Y') ?>
Afryan Thamrin (0932201560)
Ernawaty (0932201466)
Jey Nelson (0932201535)
Profil Perusahaan
Analisa Perusahaan
Pangsa Pasar Boeing Tahun 2000
Kendala yang Dihadapi
Strategi yang Diterapkan :
CATIA (Computer Aided, Three-dimensional, Interactive Application)
Knowledge Management dalam Boeing
Profil Philip Condit
Hasil yang Dicapai
Kesimpulan
Afryan Thamrin (0932201560)
Ernawaty (0932201466)
Jey Nelson (0932201535)
22 Sep // php the_time('Y') ?>
Business Process
Menurut Aguilar Shaven dan Olhger (2002) proses bisnis adalah it is the business processes that are the key element when integrating an enterprise. Selain itu proses bisnis didefinisikan oleh Hammer dan Champy (1993) sebagai a collection of activities that takes one or more kinds of input and creates an output that is of a value to the customer. Kemudian Aguilar Saven (2003) menekankan proses bisnis adalah business process is related to the enterprise, as it defines the way in which the goals of the enterprise are achieved. Sedangkan Laguna dan Marklund (2005) mendefinisikan proses bisnis dengan cara yang komprehensif yaitu, a business process is a network of connected activities and buffers with welldefined boundaries and precedence relationships, which utilize resources to transform inputs into outputs for the purpose of satisfying customer requirements. Sehingga dapat disimpulkan definisi proses bisnis adalah kumpulan aktivitas yang memproses input menjadi output yang memberikan value terhadap perusahaan.
Selanjutnya konsep pemodelan proses bisnis dikembangkan dalam skala besar untuk memfasilitasi perkembangan software yang digunakan untuk mengembangkan proses bisnis, dan memungkinkan proses analisis dan re-engineering dalam melakukan peningkatan (improvement).
Proses bisnis yang mendapat perhatian lebih adalah proses bisnis yang dapat dikembangkan/ ditingkatkan menjadi lebih efektif atau efisien serta meningkatkan system value dalam operasionalnya.
Business Process Modelling
Sebuah proses bisnis didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang terstruktur, dapat diukur, dan dirancang untuk menghasilkan output tertentu untuk pengguna tertentu, (Davenport, 1993). Menurut Lavery (1992), sebagian besar masalah yang dihadapi perusahaan karena prosedur bisnis internal yang tidak efektif dan efisien sehingga menghambat kinerja perusahaan tersebut. Oleh karena itu pemodelan proses bisnis merupakan solusi awal untuk mengatasi masalah tersebut.
Business process modelling akan menghasilkan sebuah model untuk menggambarkan proses bisnis tertentu dalam perusahaan tersebut dengan menggunakan berbagai teknik pemodelan diagram dan tabel. Sebuah model adalah representasi dari proses bisnis, yang mencerminkan realitas dengan menangkap semua informasi yang diperlukan pada proses perilaku. Sehingga dengan model ini, maka proses bisnis akan secara mudah dianalisa dan diperbaiki sehingga menghasilkan suatu BPI.
Kesuksesan business process modeling begantung pada pemilihan metode pemodelan, metode dan analisis yang tepat. Untuk melakukan ini sangat banyak teknik dan metode analisis yang dapat digunakan, seperti flowchart, data flow diagram, object oriented methodology, penggunaan tabel, dan sebagainya.
Business Process Improvement
Business Process Improvement (BPI) has been defined as the critical analysis and radical redesign of existing processes to achieve breakthrough improvements in performance measures (such as cost reduction, time reduction or quality Improvement). (McMillan, 2001)
Phalp (1998) menyarankan dalam menerapkan BPI pemilihan metode harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan sekarang ini, dan metode mana yang paling nyaman untuk digunakan dalam penerapannya di dalam perusahaan tersebut, karena selain metode yang tepat, faktor dampak dari manusia yang akan menjalankan serta merasakan perubahan yang terjadi baik itu menerima maupun menolak, akan menjadi faktor yang paling krusial dalam mempengaruhi tingkat kesuksesan dalam menerapakan business process improvement (BPI). Hal ini juga ditunjukkan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, bahwa faktor yang paling berbahaya untuk membuat proyek itu gagal adalah faktor resistensi dari manusia di dalam perusahaan tersebut.
22 Sep // php the_time('Y') ?>
Occupational Health Care (OHC) dapat didefinisikan sebagai disiplin dan kegiatan yang membahas pencegahan penyakit dan kecelakaan yang disebabkan oleh resiko bahaya di tempat kerja.
Providing a safe and healthy working environment is much more than just complying with current legislation; it is a question of sustainability for the continuity of company operations. Nowadays organizations are looking to improve by using management models that incorporate concepts of good practice in their relationships with employees, society, shareholders, suppliers and competitors. (ALLEDI, 2002).
Increasingly the concerns of government, business-men and unions in improving the health, safety and environmental conditions of the work-place are being highlighted. Because of this planning is necessary that allows for the participation of top management and employees when it comes to finding practical and economically viable solutions (ARANTES, 2005).
OHC sendiri sudah menjadi standar yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan di dunia, bahkan Indonesia sendiri sudah membuat regulasi yang mewajibkan setiap perusahaan memiliki OHC.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 23 tentang Kesehatan disebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktifitas kerja secara optimal, meliputi pelayanan kesehatan pencegahan penyakit akibat kerja.
Oleh karena itu untuk meningkatkan produktifitas kerja, perusahaan mengupayakan OHC untuk menjaga kesehatan para karyawannya. Adapun tujuan dari diselenggarakannya upaya kesehatan kerja dalam suatu industri antara lain: (Sama’mur, 1992).
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Memelihara dan mempergunakan sumber produksi secara aman dan efisien
22 Sep // php the_time('Y') ?>
Menurut Damij (2008), Tabullar Application Development (TAD) methodology represents a new concept, which is simple and very different from the ideas used in other approaches. TAD introduces an effective way to identify, model, and improve business processes, which is unique to this methodology. TAD methodology is based on the following concept: any enterprise is considered to have a number of business processes. Each business process includes a set of work processes. A work process consists of a group of procedures and activities.
Keunggulan TAD dibandingkan metode lain adalah, TAD merupakan suatu konsep baru yang sederhana. TAD memperkenalkan cara yang efektif untuk mengidentifikasi model dan cocok digunakan dalam proyek BPI, selain itu TAD menggunakan tabel yang dapat membantu pemahaman akan proses perubahan yang akan terjadi, sehingga orang dapat mudah memahami bagaimana perkiraan hasil peruubahan tersebut dan hal ini akan mengurangi dampak resistensi manusia dalam pelaksanaan proyek BPI. TAD juga sangat mudah diterapkan sehingga investasi yang dikeluarkan tidak terlalu besar.
Metodologi TAD juga memiliki dasar konsep seperti berikut: sejumlah perusahaan dianggap memiliki sejumlah proses bisnis, dimana setiap proses bisnis tersebut meliputi serangkaian proses kerja, dan proses kerja tersebut terdiri dari sekelompok prosedur dan kegiatan. Jadi dengan penerapan TAD yang sederhana ini, maka perusahaan dapat melaksanakanya tanpa mengeluarkan biaya yang cukup besar.
TAD dalam penerapannya terdiri dari 6 fase/ tahap, yaitu:
Selain itu dalam perancangannya TAD menggunakan tabel, yang digunakan untuk menunjukkan proses bisnis, proses kerja, prosedur, dan kegiatan. Kemudian tabel-tabel inilah yang akan dianalisa untuk mengetahui kebutuhan perusahaan dalam menerapkan BPI. Alasan menggunakan tabel ini adalah :
22 Sep // php the_time('Y') ?>
PT. INTI
(Industri Telekomunikasi Indonesia)
VISI & MISI
Visi:
Visi PT. INTI adalah menjadi pilihan pertama bagi pelanggan dalam mentransformasikan “mimpi” menjadi “kenyataan”.
Misi :
Divisi Jasa Integrasi Teknologi
Salah satu unit bisnis dalam PT. INTI, bergerak dalam bidang jasa integrasi teknologi yang meliputi kastemisasi sistem dan penjualan produk mandiri PT. INTI. Produk kastemisasi perangkat lunak: Network Management System, Fault Management System Di sisi perangkat keras produk-produknya meliputi General Purpose Agent, IMTE, IMDE, rectifier, rack and cabinet dan lain-lain.
Tantangan yang Dihadapi Divisi JIT
Upaya yang Dilakukan Divisi JIT
ITIL adalah framework yang terintegrasi, berbasis pada proses dan merupakan best practice pengelolaan layanan IT, dasar dari ITIL adalah Service Delivery dan Service Support
Dalam ITIL, semua kegiatan dalam Service Support, disimpan dalam suatu database yang disebut CMDB (Configuration Management Data Base) sebagai knowledge base Dengan CMD informasi dapat dikumpulkan dan disimpan dengan lebih cepat lebih mudah serta lebih cepat untuk tindak lanjut berikutnya
Mekanisme Call Center
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Nurjahja WS, A. 2008. Call Center Berbasis knowledge. (Online) http://iatt.kemenperin.go.id/tik/fullpaper/fullpaper118_Ari_Nurtjahja.pdf
21 Sep // php the_time('Y') ?>
Companies that are large enough to be organized into strategic business units face the challenge of allocating resources among those units. In the early 1970’s the Boston Consulting Group developed a model for managing a portfolio of different business units (or major product lines). The BCG growth-share matrix displays the various business units on a graph of the market growth rate vs. market share relative to competitors:
Resources are allocated to business units according to where they are situated on the grid as follows:
The BCG matrix provides a framework for allocating resources among different business units and allows one to compare many business units at a glance. However, the approach has received some negative criticism for the following reasons:
These issues are addressed by the GE / McKinsey Matrix, which considers market growth rate to be only one of many factors that make an industry attractive, and which considers relative market share to be only one of many factors describing the competitive strength of the business unit.
Recommended Reading
The Boston Consulting Group, Perspectives on Strategy
Perspectives on Strategy contains Bruce Henderson’s original writings on the BCG growth-share matrix. Specific articles include:
The 75 articles in Perspectives on Strategy also include the pricing paradox, segment-of-one marketing®, time-based competition, and other articles summarizing the insights of Bruce Henderson and other BCG members.
20 Sep // php the_time('Y') ?>
A Definition of Entrepreneurship
The concept of entrepreneurship has a wide range of meanings. On the one extreme an entrepreneur is a person of very high aptitude who pioneers change, possessing characteristics found in only a very small fraction of the population. On the other extreme of definitions, anyone who wants to work for himself or herself is considered to be an entrepreneur.
The word entrepreneur originates from the French word, entreprendre, which means “to undertake.” In a business context, it means to start a business. The Merriam-Webster Dictionary presents the definition of an entrepreneur as one who organizes, manages, and assumes the risks of a business or enterprise.
Schumpeter’s View of Entrepreneurship
Austrian economist Joseph Schumpeter ‘s definition of entrepreneurship placed an emphasis on innovation, such as:
Wealth is created when such innovation results in new demand. From this viewpoint, one can define the function of the entrepreneur as one of combining various input factors in an innovative manner to generate value to the customer with the hope that this value will exceed the cost of the input factors, thus generating superior returns that result in the creation of wealth.
Entrepreneurship vs. Small Business
Many people use the terms “entrepreneur” and “small business owner” synonymously. While they may have much in common, there are significant differences between the entrepreneurial venture and the small business. Entrepreneurial ventures differ from small businesses in these ways:
Recommended Reading
Peter F. Drucker, Innovation and Entrepreneurship
19 Sep // php the_time('Y') ?>
Ini merupakan kasus yang cukup besar di Eropa, dimana sebuah perusahaan reksadana sangat bergantung dengan CRM dan KM dalam melayani pelanggan mereka. Perusahaan ini memiliki sistem yang terintegrasi antara fax, telepon, dan email. Mereka memiliki 120 karyawan yang tergolong di dalam customer communication center (CCC), yang bertugas untuk menjawab dan memberikan solusi dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pelanggan.
Tantangan CKM
Karena informasi hanya bertukar melalui email dari satu karyawan ke karyawan yang lain, sehingga masing-masing karyawan yang mengatur sendiri konten yang mereka butuhkan. Dengan sistem ini terjadi masalah dimana karyawan baru tidak kebagian dalam pengiriman email dan karyawan baru sangat sulit memilih konten mana yang mereka butuhkan untuk menjawab pertanyaan pelanggan.
Upaya
Upaya yang dilakukan oleh perusahaan adalah membangun sebuah web yang diharapkan dapat menjadi pusat informasi dari konten-konten tersebut. Namun terjadi kendala karena data yang didalam web semakin lama semakin besar dan berantakan karena tidak ada yang bertugas khusus dalam mengatur isi konten di dalam web tersebut. Selain itu tidak ada navigasi dan fitur pencarian yang menyulitkan para karyawan untuk menggunakan web . Sehingga mereka beralih ke cara lama yaitu menggunakan email.
Kemudian perusahaan segera merombak ulang struktur webnya dengan melengkapi fitur navigasi dan sistem pencarian, selain itu perusahaan juga membuatkan aplikasi khusus untuk mengconvert konten dari office yang dapat dirubah menjadi html sehingga dengan cepat tampil di web. Perusahaan juga mentraining karyawan-karyawannya dalam menggunakan web yang baru tersebut agar lebih optimal.
Hasil
Kinerja karyawan jauh lebih meningkat dari sebelumnya.
Karyawan-karyawan baru pun tidak kesulitan mencari konten yang dibutuhkan.
19 Sep // php the_time('Y') ?>
Latar Belakang
Pada saat ini perubahan bisnis begitu cepat dan sulit untuk diprediksi. Hal ini yang menuntut kesiapan berbagai instansi seperti perusahaan ataupun universitas dalam persaingan yang begitu ketat satu sama lain dalam dunia bisnis. Dalam persaingan, baik perusahaan maupun universitas harus melewati tantangan eksternal dan internal. Oleh karena itu perusahaan/ universitas melakukan Business Process Improvement agar tidak hanya bertahan hidup, tapi mampu berkembang dengan baik.
Salah satu hal internal yang mempengaruhi BPI dalam perusahaan/ universitas adalah culture. Culture sendiri bersifat abstrak namun dinamis tergantung visi misi kepemimpinan, sistem di perusahaan, serta kecerdasan individual di dalam perusahaan tersebut. Sehingga culture dapat terdiri dari dua jenis yaitu corporate culture dan individual culture. Dengan Culture sudah terbentuk, maka visi dan misi perusahaan akan terlihat secara nyata bentuk dan pencapaian target yang bisa dicapai.
Binus University atau yang cukup dikenal dengan Binus, adalah contoh universitas yang menerapkan culture di dalamnya untuk mencapai sasaran utamanya. Bahkan culture menjadi strategi khusus oleh Binus dalam melaksanakan BPI, karena bagi Binus untuk mencapai suatu sasaran harus mendapat dukungan seluruh civitas akademika serta dukungan dari yayasan Bina Nusantara dan seluruh unit Binus lainnya sehingga terjadi suatu kerjasama yang baik melalui implementasi strategi serta disiplin dalam menjalankan evaluasi agar dapat merealisasikan sasaran-sasaran utama Binus.
Visi dan Misi Binus
Binus memiliki visi dan misi yang dibentuk pada tahun 2006 dan diharapkan visi tersebut akan dicapai pada tahun 2010. Visi dan misi inilah yang menjadi landasan Binus melakukan perubahan dengan melakukan BPI.
Visi
Unggul sebagai lembaga pendidikan berbasis teknologi informasi yang diterima sebagai panutan, siap berkompetensi dan beradaptasi terhadap perubahan global.
Misi
Dalam mencapai visinya, Binus menetapkan misi sebagai berikut:
Masalah dan Tantangan
Adanya masalah dan tantangan yang dihadapi Binus dalam perkembangannya. Masalah dan tantangan yang menyebabkan Binus membentuk suatu proyek BPI untuk terus berkembang dan mampu bersaing.
Masalah
Tantangan
Culture
Diatas dapat dilihat betapa pentingnya peran culture untuk mencapai visi, bahkan culture yang tidak baik dapat menjadi masalah yang cukup serius dalam perkembangan Binus. Adapun culture yang diterapkan di Binus, yaitu:
Corporate Culture
Corporate culture Binus dikembangkan sebagai perekat seluruh civitas akademika. Corporate culture Binus antara lain:
Individual Culture
Individual culture yang sehat merupakan factor kunci dan kritis dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan Binus. Individual Culture yang ditanamkan di setiap BiNusian adalah keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil.
Pengaruh Culture
Melihat pentingnya culture tersebut, maka individual culture di Binus diharapkan beperan sebagai enabler dalam penciptaan spirit of achievement BiNusian dan good university governance.
Selain itu dukungan juga didapat dari coporate culture, yaitu:
Culture yang diterapkan juga memberikan keuntungan dalam pelaksanaan project change management pada segi proses bisnis, seperti contoh
Strategi Utama
Dengan melihat sasaran dan tantangan serta masalah, Binus melakukan change management menggunakan strategi sebagai berikut:
Dengan strategi utama yang didukung oleh culture yang diterapkan inilah yang membuat Binus berhasil mencapai sasaran “university of choice” pada tahun 2010. Pencapaian ini membuat posisi Binus semakin kuat sebagai institusi pendidikan tinggi sehingga dapat lebih menyumbang kemajuan bangsa dengan memberikan pendidikan bermutu.
Kesimpulan
Untuk mencapai sasaran atau keberhasilan suatu proyek perlu dilakukan suatu perubahan yang mampu meningkatkan proses bisnis pada Binus. Semua dapat berjalan dengan lancar apabila terdapat usaha dan kerjasama yang efektif dari segenap civitas akademika Binus. Oleh karena itu peran corporate culture dan individual culture sangat beperan penting dalam BPI pada Binus University.
Saran
Perusahaan harus mampu menerapakan culture yang baik kepada setiap pihak, karena keberhasilan suatu proyek sangat bergantung dengan human resources yang terlibat didalam perusahaan tersebut. Selain itu, culture yang digunakan harus sesuai dengan budaya dimana lokasi perusahaan tersebut berada agar tidak menimbulkan hambatan pada saat penerapan.
DAFTAR PUSTAKA
http://djodiismanto.blogspot.com/2008/07/corporate-culture.html
http://www.binus.ac.id/Data/rector%20report/renstra%20binus%20untuk%20web.pdf
19 Sep // php the_time('Y') ?>
Sebelum melakukan perancangan e-commerce CIO harus menganalisis kesempatan pasar bagaimana memanfaatkan e-commerce secara maksimal.
a. Mengidentifikasikan Kebutuhan Pelanggan yang belum terpenuhi.
b. Mengidentifikasikan Target Pelanggan.
c. Daya saing.
d. Sumber daya perusahaan yang mendukung.
e. Kesiapan pasar terhadap teknologi.
f. Analisis potensi pasar.
Kemudian menentukan model bisnis yang akan diterapkan dalam e-commerce sesuai dengan analisis diatas .
a. Kelompok nilai yang ditawarkan: segmen target, keuntungan yang ditawarkan, sumber daya yang diandalkan.
b. Penawaran online: menawarkan produk/jasa yang dijual perusahaan ataupun kerjasama.
c. Model pendapatan: dari penjualan produk atau kerjasama.
Merancang antarmuka aplikasi website e-commerce agar mudah digunakan oleh berbagai pihak, serta mampu menjalankan fungsi e-commerce baik itu B2B, B2C, B2B2C, dan C2B.
Dalam pengimplementasian sistem e-commerce pada perusahaan, CIO harus mempersiapkan berbagai hal antara lain:
1. Sumber Daya Manusia
o Web design sebagai designer web yang ditujukan pada konsumen maupun supplier.
o Web programmer sebagai pembuat program dalam web.
o Network administrator sebagai pengatur jaringan public dan private, dan mengurusi hubungan dengan ISP.
o Database administrator sebagai pengatur database, sekaligus melakukan logging data.
o Teknisi untuk memperbaiki kerusakan hardware dalam kantor.
2. Software
Software mampu mengotomatisasi dari seluruh data yang ingin dipakai perusahaan dalam membangun database pelanggan. Mencatat berapa kali mereka menghubungi perusahaan dalam satu bulan, berapa kali mereka menggunakan produk atau layan perusahaan, dan berbagai data lain jika dilakukan secara manual. Kedua, software memberikan laporan laporan dari data yang dikumpulkan sehingga dapat menjadi informasi yang berguna bagi manajeman untuk proses pengambilan keputusan. Ketiga, software harus mampu dirancang untuk memberikan rasa aman bagi pelanggan dalam transaksi. Untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam menjaga hubungan dengan pelanggan dapat menggunakan aplikasi CRM. Aplikasi CRM akan menjadi Decision Support System, di mana pihak manajemen tidak lagi direpotkan pada urusan teknis dalam membuat laporan dan menyusun informasi yang dibutuhkan.
3. Hardware
a. Jaringan
Jaringan untuk perusahaan X dibedakan menjadi dua, yaitu jaringan dalam kantor secara fisik, dan jaringan antar kantor cabang. Jaringan dalam kantor secara fisik dibangun dengan sistem LAN, menggunakan kabel UTP, dimana semua komputer yang ada terhubung ke switch. Sedangkan untuk hubungan antar kantor cabang, menggunakan sistem VPN, dimana hubungan ini dibangun dalam jalur publik yang hanya dapat diakses secara private.
b. Lokasi server
c. Server
Server yang dibutuhkan
a) Web server, yaitu komputer yang digunakan untuk mengatur lalu lintas website.
b) Database server, yaitu komputer yang digunakan untuk menyimpan data. Database server disediakan satu untuk hubungan dengan konsumen dan supplier, lainnya untuk koneksi dengan cabang.
c) Server backup, sebagai hasil mirroring dari database server. Server ini disimpan di kantor pusat dan digunakan sebagai back up data dari server utama, agar data tidak hilang ketika terjadi sesuatu dengan server utama.
d) Proxy and firewall server, pada dasarnya proxy dan firewall dapat menggunakan server sendiri-sendiri, namun ini membutuhkan biaya yang lebih, sebaliknya fungsi proxy dan firewall juga dapat digabungkan ke server yang lain untuk menghemat biaya, namun cara ini akan memberatkan kerja server yang ditumpanginya. Oleh karena itu, proxy dan firewall diletakkan di sebuah server tersendiri dimana server ini berfungsi untuk mengatur koneksi dengan cabang bisa lebih cepat dan menjaga keamanan server yang lain dari serangan yang tidak diharapkan
d. PC
Untuk komputer yang disediakan di kantor skala kecil dan menengah adalah menggunakan thin-client, dimana semua aktivitas terpusat pada server, dan di meja masing-masing karyawan hanya terdapat monitor yang terhubung ke jaringan. Dengan demikian, proses back-up data akan lebih mudah dan kebocoran data relative lebih kecil, karena karyawan tidak dapat menggunakan USB/disket untuk mengcopy data dari komputernya. Sedangkan komputer pada kantor skala besar yang digunakan untuk mengupdate content dari website e-commerce tidak dilakukan demikian.